Pengenalan tentang komunitas suku angkola
Suku Angkola adalah salah satu suku di Nusantara yg mempunyai :
Bahasa : Angkola
Adat istiadat budaya angkola
Wilayah pesebaran suku ini didaerah kabupaten / kota wilayah yg termasuk
pemekaran dari kabupaten tapanuli selatan provinsi sumatera
Negara : Indonesia
Tulisan / aksara : Gurat Angkola
Sejarah / legenda tokoh : Tongku Jolak Maribu Dalimunthe , dll
Pakaian adat : Ampu untuk laki laki dan Bulang untuk perempuan
Mayoritas Beragama / keyakinan ; Agama Islam
Istana / Rumah adat : Bagas Godang atau Suku minangkabau ' Sumatera barat
menyebutnya Ruma gadang
Adat perkawinan : Dikenal istilah Marlojong
Makanan Khas : Lomang
Hewan sering digunakan acara pesta àdat : kerbau ( Horbo )
Kain khas adat : Sadum
Kain yg sering digunakan dlm adat tertentu disebut abit yg terdiri dari
beberapa jenis sebutan diantaranya : Abit godang , abit menek
dll
Lagu khas : Salak sibakua
Alat alat musik : Gondang ,dll
Adat tradisi musik : Onang ,onang dan endeng endeng
Ekosistem daerah : Pertanian dan Perkebunan
Hasil bumi : Karet , Kopi ,padi ,jagung ,Duren ,petai ,cengkeh dll
Pertambangan : Emas dll
Marga marga suku asli angkola salah satu diantaranya Dalimunthe sudah tentu
asli angkola klo Marga Munthe bisa berasal dari luar suku angkola
semoga berkenan untuk menambahkan dan revisi tentang suku
angkola
silakan ..all
Suku Angkola ternyata suku yg mandiri
Di Sumetara Utara terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Suku
yang dianggap suku asli Sumatera Utara adalah:
1. Suku Mandailing
2. Suku Angkola
3. Suku Nias
4. Suku Batak
5. Suku Melayu
6. Suku Simalungun
7. Suku Karo
8. SukuPakpak
9. Suku Pesisir
10. Suku Lubu
11. Suku Ulu
Sedangkan suku bangsa yang dianggap datang belakangan namun sudah
turun-temurun menetap di Sumatera Utara adalah:
1, Suku Jawa
2. Suku Minangkabau
3. Suku Aceh.
Penduduk Sumatera Utara banyak juga dari keturunan India, Tiongkok, Arab, dan
Pakistan.
Penduduk suku Jawa merupakan penduduk terbesar populasianya di Sumatera
Utara.
Dari segi budaya, suku yang memakai marga/fam di Sumatera Utara adalah:
1. Suku Mandailing, masyarakatnya bermarga Nasution, Lubis, Batubara,
Rangkuti, Matondang, dst.
2. Suku Angkola, masyarakatnya bermarga Siregar, Harahap, Ritonga, Hutasuhut,
Rambe, dst.
3. Suku Nias, masyarakatnya bermarga Laoly, Zebua, Harefa, Waruwu, Gulo,
dst.
4. Suku Batak, masyarakatnya bermarga Situmorang, Sitompul, Simatupang,
Sihombing, Simanjuntak, dst.
5. Suku Pakpak, masyarakatnya bermarga Banurea, Tinambunan, Lingga, berutu,
Bancin, dst.
6. Suku Karo, masyarakatnya bermarga Ginting, Tarigan, Sembiring, Karo-karo,
Perangin-angin, dst.
7. Suku Simalungun, masyarakatnya bermarga Damanik, Purba, Saragih, Sinaga,
dst.
Dari segi bahasa, suku-suku di atas mempunyai bahasa sesuai dengan suku
bangsanya.
Tentang Suku suku Di Sumatera Utara - Indonesia
Sekilas Tentang Adat Istiadat Budaya dan Bahasa serta Marga Marga Dalam
Sistematis Suku Angkola Sumatera Utara Indonesia Dikutip dari Berbagai Sumber
Dirangkum dan disusun ulang oleh : Ilmar Dalimunthe
Di Antaranya :
Adat Istiadat
Perkawinan Di Budaya Suku Angkola Dikenal Dengan Istilah Marlodjong
MARLOJONG
BUKAN ADAT ISTIADAT BATAK
Tetapi Marlodjong Adalah salah satu Adat Istiadat Budaya yg ada pada Suku
Angkola Sumatera Utara Indonesia
Pada masyarakat Angkola, jaringan kekerabatan itu muncul karena adanya
perkawinan, termasuk perkawinan marlojong ‘kawin lari’. Bentuk perkawinan yang
seperti ini sering ditemukan di kampung (bona bulu) dan di perkotaan yang
merupakan tempat tinggal di perantauan. Pada garis besarnya, perkawinan
menurut masyarakat Angkola dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) sepengetahuan keluarga yang disebut dengan istilah dipabuat
2) perkawinan tanpa persetujuan orang tua yang disebut dengan marlojong.
Masing-masing kedua cara ini ada aturan, tata cara, dan tata tertibnya yang
harus selalu dipa-tuhi oleh setiap orang Angkola. Kedua bentuk perkawinan itu
tergambar lewat pantun Ang-kola berikut ini, /Aha na tubu di lambung ni
suhat/Ulang baen margonjong-gonjong/Adong na marbagas dipabuat/Dung i muse
adong na marlojong/ yang artinya adalah, /Apa yang tumbuh dekat keladi/Jangan
dibuat berderet lagi/Ada yang kawin dilamar pasti/Namu ada yang kawin
lari/.
Perbuatan marlojong ‘kawin lari’ pada masyarakat Angkola merupakan satu
kebiasaan apabila perkawinan yang umum tidak dapat dilakukan. Untuk itu, perlu
diketahui dan dipahami dengan baik perkawinan menurut adat Dalihan na Tolu ini
di daerah Angkola. Tulisan ini memberikan penjelasan untuk lebih mengenal
perkawinan marlojong ‘kawin lari’, salah satu cara perkawinan pada masyarakat
Angkola. Jadi, perkawinan marlojong ini merupakan jalan keluar yang akan
ditempuh oleh sepasang muda-mudi Angkola apabila mereka memperoleh kesulitan
dan kendala yang tidak dapat diselesaikan. Untuk itu, penyelesaian masalah
dapat dilakukan melalui mufakat seperti kata pantun Angkola berikut ini, /Mago
pahat mago uhuran/Di toru ni ragi-ragi/Mago adat tulus aturan/Anggo dung
mardomu tahi/ yang artinya adalah, /Hilang pahat hilang ukuran/ Di bawah
adanya urat/Hilang adat hilang aturan/Kalau sudah bertemu mufakat/. Maksudnya,
musyawarah/mufakat itu dapat menyelesaikan semua permasalahan yang timbul.
Pengertian “Kawin Lari”
Istilah “kawin lari” dalam masyarakat Angkola disebut dengan marlojong .
Berdasarkan etimologinya, kata marlojong berasal dari awalan mar yang berarti
‘ber’ lalu melekat pada kata lojong yang berarti ‘lari’. Jadi, kata marlojong
berarti ‘berlari’. Kemudian kata marlojong berkembang artinya menjadi ‘kawin
lari’. Menurut masyarakat Angkola, marlojong ‘kawin lari’ ini merupakan satu
perkawinan yang dapat diterima dalam adat istiadat. Perkawinan marlojong ini
dilaksanakan tanpa
sepengetahuan/persetujuan orang tua perempuan. Ada juga yang menyebut
marlojong ini dengan dua istilah lain yaitu mambaen rohana dan marlojong
takko-takko mata. Istilah mambaen rohana terdiri atas dua kata. Pertama, kata
mambaen yang berasal dari kata baen yang berarti ‘buat’ dengan mendapat awalan
mam yang berarti ‘ber’. Kedua, kata rohana pula yang berasal dari kata roha
yang berarti ‘hati’ dan akhiran na yang berarti ‘–nya’. Jadi, ungkapan mambaen
rohana berarti ‘berbuat hatinya’ yang mengandung pengertian ‘menurutkan kata
hatinya’. Istilah marlojong takko-takko mata pula berasal dari kata marlojong
‘berlari’, takko-takko yang berarti ‘curi-curi’ dan mata yang juga berarti
‘mata’. Sehingga istilah marlojong takko-takko mata ini berarti ‘berlari
curi-curi mata’. Kemudian dalam perkembangannya, arti istilah marlojong
takko-takko mata ini berubah menjadi ‘mencuri, tetapi dilihat/diketahui’.
Maksudnya, marlojong ‘kawin lari’ seperti ini disetujui sebagian keluarga dan
sebagian lagi kurang menyetujuinya. Perbuatan marlojong ‘kawin lari’ ini
dilakukan oleh seorang pemuda, yang disebut dengan bayo, dengan membawa
seorang anak gadis, yang disebut dengan boru, ke rumah orang tua/famili pihak
laki-laki tanpa diketahui oleh orang tua perempuan. Secara umum, orang tua
pihak perempuan kurang menyetujui perkawinan seperti ini karena adanya
perbedaan status sosial. Namun marlojong ‘kawin lari’ ini dapat juga terjadi
karena melangkahi kakak yang belum kawin yang bertentangan dengan adat
istiadat. Dalam hal ini, pantun Angkola berkata, /Diboan dope eme sitarolo/Na
dijomurkon di ari parudan/Adat ni ompunta na parjolo/I ma hita paobanoban/
yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah, /Dibawa padi sitarolo pula/Yang
dijemur di musim hujan/Adat moyang dahulu kala/Itulah yang jmenjadi pedoman/.
Jadi, perkawinan sebaiknya berpedoman pada adat yang ada. Sedangkan, marlojong
‘kawin lari’ ini hanya dilakukan saat muda-mudi itu dalam keadaan terdesak dan
“darurat” saja.
Seorang anak gadis yang sudah dewasa dalam masyarakat Angkola pantas untuk
dikawinkan. Pantun yang menggambarkan hal itu tampak pada,/Talduskon ma
giring-giring/Laho mamasukkon golang-golang/Tinggalkon ma inang adat na
bujing/Madung jujung adat matobang/ yang artinya adalah, /Tanggalkan gelang
tangan manis/Saat masuk gelang biasa/Tinggalkan kebiasan anak gadis/Sudah
sampai ke masa dewasa/. Untuk itu, ada dua cara perkawinan (pabagas boru)
menurut adat orang Angkola. Pertama, disebut dengan dipalakka sian tangga jolo
yang artinya ‘diberangkatkan dari tangga depan’.
Maksudnya, perkawinan ini dilakukan dengan persetujuan orang tua kedua belah
pihak. Perkawinan seperti ini disebut juga dengan dipabuat ‘diambilkan’.
Kedua, disebut dengan marlojong ‘kawin lari’. Cara ini dilakukan dengan
berangkat dari tangga belakang tempat tinggal anak gadis yang di masyarakat
Angkola disebut dengan kehe sian tangga pudi yang berarti ‘pergi melalui
tangga belakang’. Pengertian sepenuhnya ungkapan ini adalah ‘pergi kawin
dengan kemauan sendiri tanpa izin orang tua’. Kalau seorang anak gadis
marlojong dengan seorang pemuda, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
(1). Memberi tanda abit partading atau abit partinggal ‘kain pertinggal’.
Peralatan yang dipakai adalah kain sarung bermotif kotak-kotak, berwarna
hitam, dan di bawah tempat tidur. Tanda ini disebut juga dengan na balun di
amak ‘yang bergulung di tikar’. .
(2). Membuat tanda patobang roha ‘menuakan hati’. Caranya, si anak gadis
menulis surat kepada kedua orang tuanya yang menyatakan bahwa dia benar telah
berangkat untuk berkeluarga dengan menyebutkan nama si laki-laki dan alamat
yang ditujunya.
(3). Meninggalkan tanda pandok-dok ‘pemberitahuan’. Tanda ini berupa uang,
kain sarung, dan surat.yang bersatu secara utuh serta diletakkan di kamar
tidur si gadis. Kata dok berarti ‘kata’. Jadi, pandok-dok mempunyai arti
‘berkata-kata; pemberitahuan’.
Barang-barang tersebut di atas sebagai tanda untuk memberitahukan orang tua
bahwa si gadis sudah pergi marlojong ‘kawin lari’. Orang tua si gadis dengan
melihat tanda yang ada di kamar tidur, telah mengetahui bahwa anak gadisnya
pergi mambaen rohana ‘menurutkan kata hatinya’. Lalu ketika mau marlojong itu,
si anak gadis harus bersiap-siap membawa teman. Fungsi temannya ini adalah
sebagai pengawal yang disebut dengan pandongani ‘penemani; orang yang menjadi
teman si anak gadis ketika marlojong’.
Penutup
Perkawinan marlojong sebenarnya merupakan perkawinan yang kurang disukai
orang-orang Angkola. Namun sebab keadaan yang memaksa dan tidak bisa
terhindarkan,perkawinan marlojong ini pun banyak pula sekarang ini
dipergunakan oleh muda-mudi di Angkola.
Jadi, marlojong ‘kawin lari’ ini sebenarnya merupakan jalan pintas terakhir
yang dilakukan seorang pemuda Angkola karena adanya hambatan serta rintangan
yang terjadi, terutama karena kekurangsetujuan dari pihak orang tua dan
keluarga si anak gadis terhadap si pemuda tersebut.
Oleh Prof. H. Ahmad Samin Siregar
Penulis, Guru Besar Fak. Sastra USU
Sumber : Waspada Online
Asal dan usul bahasa Suku Mandailing Natal dan Suku Angkola
Pendapat Pakar bahasa H.N van der tuuk (1971) "dengan mengacu ke pantai
barat sumatera, dengan aman dapat dikatakan bahwa bahasa mandailing meluas
dari ophir di sebelah selatan sampai ke perbatasan bagian utara dari sipirok
dan batang toru. bahasa mandailing terbagi menjadi bahasa mandailing utara
(juga disebut angkola) dan bahasa mandailing selatan (mandailing) dan hampir
tidak ada batas pasti di antara keduanya (mirip) .
PENDAPAT VAN DER TUUK TERSEBUT MENUNJUKKAN DENGAN JELAS BAHWA BAHASA ORANG
MANDAILING DAN ORANG ANGKOLA menyebar dari selatan.
pendapat ini sejalan dengan pendapat harry parkin (1978) dan prof uli kozok
(2009) "aksara menyebar dari selatan (mandailing) ke utara.
ketiga orang ini (van der tuuk, harry parkin dan uli kozok) berasal dari pihak
diluar suku mandailing, angkola dan "utara" jadi lbh objektif dan ilmiah serta
tidak ada kepentingan pribadinya
hal yg sama juga dikatakan oleh Bisuk Siahaan (2005) dalam bukunya "Batak
Toba, Kehidupan di Balik Tembok Bambu". Pendapat ini ikut memperkuat bahwa
Mandailing bukan sub-etnis Batak. Aksara Mandailing memiliki aksara nya, wa
dan ya melambangkan tiga bunyi yang terdapat dalam Bahasa Mandailing,
sementara bunyi ini tidak terdapat dalam bahasa Toba. tetapi mereka memiliki
aksaranya. Ketiga huruf ini jelas menjadi mubazir di Toba. Contohnya kata
sayur(Mandailing) dan saur (Toba). Manyurat(Mandailing) dan manurat (Toba).
silahkan dibaca dan dipahami
SUDUT PANDANG
ASPAL ( ASLI TAPI PALSU ) DAN ASEPAL ( ASLI SEPERTI PALSU )
MARGA MARGA TABBALAN DAN MARGA MARGA ORIGINAL
MARGA MARGA TABALAN SEPERTI ASPAL ( ASLI TAPI PALSU )
SANGAT MENGHARGAI PEMBERIAN MARGA YG DITERIMA DAN DISANDANG
MARGA TABBALAN DIDAPAT DIKARENAKAN BEBERAPA HAL SALAH SATUNYA DIANGKAT MENJADI
ANAK OLEH SALAH SATU KELUARGA HINGGA DAPAT MENYANDANG MARGA DISYAHKAN SESUAI
ADAT ISTIADAT DAN PERATURAN YG BERLAKU DISETIAP SUKU ATAU DAERAH DIMANA ADANYA
PENABBALAN MARGA MARGA SEPERTI DI WILAYAH SULAWESI DLL
MARGA MARGA ORIGINAL SEPERTI ASEPAL ( ASLI SEPERTI PALSU
KARENA KURANGNYA MINAT TENTANG PENGETAHUAN ASAL USUL MARGA MARGA YANG
DISANDANG HINGGA YANG ASPAL LEBIH PAHAM DAN MENGERTI DARI YANG ASEPAL
MARGA ORIGINAL ADALAH MARGA MARGA YANG DISANDANG DARI SEJAK LAHIR DAN
DILANJUTKAN KE GENERASI GENERASI BERIKUTNYA KARENA MARGA MARGA ORIGINAL JUGA
DIDAPAT DARI GENERASI GENERASI SEBELUMNYA HINGGA PULUHAN PULUHAN GENERASI
MENGAPA DAN KENAPA DEMIKIAN ?
MARGA MARGA BUKAN KELOMPOK DARI SALAH SATU SUKU ATAU DAERAH TETAPI MARGA MARGA
TERBENTUK SEJAK ZAMAN PARA NABI NABI SEJAK DAHULU DIKENAL DENGAN KAUM ATAU
BANI HINGGA TERSEBUT KHUSUS HINGGA KINI CONTOH : MARGA MARGA BANI AWALIYIN
DIKENAL DENGAN KELUARGA HABIB DAN SARIFAH SERTA LAINNYA
Di Sumetara Utara terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Suku
yang dianggap suku asli Sumatera Utara adalah:
1. Suku Mandailing
2. Suku Angkola
3. Suku Nias
4. Suku Batak
5. Suku Melayu
6. Suku Simalungun
7. Suku Karo
8. SukuPakpak
9. Suku Pesisir
10. Suku Lubu
11. Suku Ulu
Sedangkan suku bangsa yang dianggap datang belakangan namun sudah
turun-temurun menetap di Sumatera Utara adalah:
1, Suku Jawa
2. Suku Minangkabau
3. Suku Aceh.
Penduduk Sumatera Utara banyak juga dari keturunan India, Tiongkok, Arab, dan
Pakistan.
Penduduk suku Jawa merupakan penduduk terbesar populasianya di Sumatera
Utara.
Dari segi budaya, suku yang memakai ma
https://www.sukuangkola.blogspot.comrga/fam di Sumatera Utara adalah:
1. Suku Mandailing, masyarakatnya bermarga Nasution, Lubis, Batubara,
Rangkuti, Matondang, dst.
2. Suku Angkola, masyarakatnya bermarga Siregar, Harahap, Ritonga, Hutasuhut,
Rambe, dst.
3. Suku Nias, masyarakatnya bermarga Laoly, Zebua, Harefa, Waruwu, Gulo,
dst.
4. Suku Batak, masyarakatnya bermarga Situmorang, Sitompul, Simatupang,
Sihombing, Simanjuntak, dst.
5. Suku Pakpak, masyarakatnya bermarga Banurea, Tinambunan, Lingga, berutu,
Bancin, dst.
6. Suku Karo, masyarakatnya bermarga Ginting, Tarigan, Sembiring, Karo-karo,
Perangin-angin, dst.
7. Suku Simalungun, masyarakatnya bermarga Damanik, Purba, Saragih, Sinaga,
dst.
Dari segi bahasa, suku-suku di atas mempunyai bahasa sesuai dengan suku
bangsanya.
MARGA MARGA SUKU ANGKOLA
On ma marga" asli di Angkola dohot di Mandailing.
Menurut Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M. Siahaan, di Angkola dan Sipirok
terdapat marga-marga Pulungan, Baumi, Harahap, Siregar, Dalimunte dan Daulay.
Di Padang Lawas, terdapat marga-marga Harahap, Siregar, Hasibuan, Daulay,
Dalimunte, Pulungan, Nasution dan Lubis.
Menurut Basyral Hamidy Harahap dalam buku berjudul Horja, marga-marga di
Mandailing antara lain Babiat, Dabuar, Baumi, Dalimunthe, Dasopang, Daulae,
Dongoran, Harahap, Hasibuan, Hutasuhut, Lubis, Nasution, Pane, Parinduri,
Pasaribu, Payung, Pohan, Pulungan, Rambe, Rangkuti, Ritonga, Sagala, Simbolon,
Siregar, Tanjung.
Anggo adong marga na sarupa goarna dohot na sian Toba, dungi halahi gabe
marsada urusan intern ni marga i ma i. Ima strategi ni Ulando i mangirim alak
Batak tu Angkola. Dohot resiko halahi artina halak na ro tu Angkola, harana
dompak penyerangan R. Cola 1025 tu Panai, Angkola inda longon (tidak
kosong). Disi adang hian klan Ompu Jalak Maribu na manurunkon marga
Dalimunthe dohot klan Aji Malim Lemleman na manurunkon marga Harahap, Ompu
Parmata Sopiak na manurunkon marga Daulae dohot na asing" nampuna tanah ulayat
na be. Songoni muse ma aropku marga" Siregar dohot na asing" antargan so ro
panjajah Ulando i madung adong tanah ulayatna di Sipirok bope di na asing" di
Angkola. Poinku, umumna halak Angkola/Mandailing inda marasal sian Toba
(bahkan halak Toba pun bukan semua keturunan SRB, boleh jadi sebaliknya).
Botima...
Sumber Sumber yg perlu dipelajari dan dipahami ...
https://m.facebook.com/groups/135418257296164?view=permalink&id=149106515927338
https://m.facebook.com/groups/222426864441784?view=permalink&id=4056017681082664
https://www.facebook.com/groups/147517652695203/permalink/666913944088902/
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2939324092832208&id=100002639397292
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3418107528217308&id=100000542827214
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3419662658061795&id=100000542827214
Suku Mandailing Bukan batak
https://www.facebook.com/groups/320457018144888/?ref=share
Sejarah suku angkola bukan batak
https://www.facebook.com/groups/147517652695203/?ref=share
Suku Pakpak Bukan Batak
https://www.facebook.com/groups/343005579185780/?ref=share
Suku Karo Bukan Batak
https://www.facebook.com/groups/247813209971847/?ref=share
Suku Simalungun Bukan Batak
https://www.facebook.com/groups/888998821556922/?ref=share